TUGAS SOFTSKILL
Nama : Angga Dwi Prasetyo
Kelas : 4EB25
NPM : 20211855
Puji
dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya saya dapat
menyelesaikan tugas softskill ini. Dengan adanya tugas ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan saya pribadi
dan juga pembaca sekalian. Dalam tugas
softskill yang saya buat ini, mungkin masih terdapat kesalahaan dan masih banyak kelemahan dalam tugas softskill ini. Oleh sebab
itu, mengingat akan tujuan saya membuat tugas softskill ini adalah untuk
menambah pengetahuan dan sebagai tugas mata kuliah softskill Etika Profesi
Akuntansi, maka saya mohon maaf atas
segala kesalahan dan
kekurangan dalam penulisan tugas softskill ini.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran seorang Akuntan Publik
merupakan suatu hal yang sangat penting, khususnya bagi aktivitas berbisnis
secara sehat di Indonesia. Hasil penelitian, analisa serta pendapat dari
Akuntan Publik terhadap suatu laporan keuangan sebuah perusahaan akan sangat
menentukan dasar pertimbangan dan pengambilan keputusan bagi seluruh pihak
ataupun publik yang menggunakannya. Misalnya; para investor dalam
mempertimbangkan serta bahkan memutuskan kebijakan investasinya, para penasehat
keuangan ataupun investasi dalam memberikan arahan pada para investor terhadap
keadaan dan prospek dari perusahaan tersebut, para pemberi pinjaman (lenders)
dalam mempertimbangkan serta memutuskan langkah pemberian ataupun penghentian
pinjaman bagi perusahaan tersebut.
Peran Akuntan Publik lainnya adalah fasilitator dalam
menghadirkan dirinya untuk memfasilitasi setiap potensi aktivitas bisnis yang
melibatkan perusahaan tersebut, pelanggan dalam mempertimbangkan hubungan
sekarang dan kedepannya dengan perusahaan tersebut, pemerintah dalam memberikan
pertimbangan hubungan bisnis ataupun pemberian izin ataupun kualifikasi
sehubungan dengan aktivitas berbisnis dari perusahaan tersebut bahkan karyawan
dari perusahaan tersebut sendiri misalnya, dalam melihat masa depan dari
keberadaannya dalam perusahaan tersebut serta masyarakat lainnya.
Dari penjelasan tersebut di atas, terlihat begitu pentingnya
keberadaan dari seorang Akuntan Publik sebagai perwakilan dari kepentingan
publik dalam suatu aktivitas perekonomian, yang tidak saja melibatkan
pelaku-pelaku bisnis pribadi akan tetapi juga melibatkan negara
untuk suatu jangkauan serta konsekuensi aktivitas dan hukum komersial yang
berskala nasional maupun internasional. Sehubungan dengan topik tersebut di
atas, Penulis akan mengkonsentrasikan pembahasannya pada kewajiban-kewajiban
yang harus dilakukan oleh seorang Akuntan Publik dalam melakukan tugas-tugasnya
selaku seorang profesional yang independen, serta konsekuensi-konsekuensi hukum
apa saja yang memungkinkan terjadi dalam hal kewajiban-kewajiban tersebut tidak
dilaksanakan ataupun dilanggar.
KEWAJIBAN HUKUM AUDITOR
Kecerdasan
Intelektual dan Kecerdasan Moral
Pertanggungjawaban
seorang Akuntan Publik terhadap kepercayaan publik yang diberikan kepadanya,
menjadi dasar keharusan hadirnya kualitas kebenaran dari setiap hasil audit
ataupun pemeriksaan laporan keuangan yang dilakukannya.
Jika melihat seluruh
persyaratan yang wajib harus dipenuhi bagi seseorang untuk menjadi seorang
Akuntan Publik, termasuk juga persyaratan yang harus dipenuhi dalam memberikan
jasa pelayanannya seperti yang diatur dalam pasal 5 hingga pasal 7 Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) RI No. 17/PMK.01/2008, maka secara teori seharusnyalah
keberadaan dan hasil kerja dari Akuntan Publik tidak perlu diperdebatkan lagi
tentang akurasi dan kebenarannya.
Begitu ketatnya
persyaratan yang harus dilalui untuk mendapatkan izin dan kewenangan untuk
melaksanaan profesi Akuntan Publik, yang melibatkan kewenangan dari dua lembaga
yakni Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI)
dalam menyatakan kelayakan kualitas keilmuan dan penerapan kode etik profesi
seorang Akuntan Publik, dan Menteri Keuangan RI dalam melakukan pengawasan dan
pembinaan terhadap Akuntan Publik begitu juga dengan Kantor Akuntan Publik
(KAP) menggambarkan sudah seharusnyalah hasil kerja dari seorang akuntan publik
akan memberikan perlindungan pada setiap anggota masyarakat yang mengunakan
ataupun meletakkan kepercayaan kepadanya dalam proses pengambilan keputusan.
Selama melakukan audit, auditor juga
bertanggungjawab (Boynton,2003.68):
1.
Mendeteksi kecurangan
A. Tanggung
jawab untuk mendeteksi kecurangan ataupun kesalahan-kesalahan yang tidak
disengaja, diwujudkan dalam perencanaan dan pelaksanaan audit untuk mendapatkan
keyakinan yang memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji
material yang disebabkan oleh kesalahan ataupun kecurangan.
B. Tanggung jawab untuk
melaporkan kecurangan jika terdapat bukti adanya kecurangan. Laporan ini
dilaporkan oleh auditor kepada pihak manajemen, komite audit, dewan direksi
2. Tindakan
pelanggaran hukum oleh klien
A. Tanggung
jawab untuk mendeteksi pelanggaran hukum yang dilakukan oleh klien. Auditor
bertanggung jawab atas salah saji yang berasal dari tindakan melanggar hukum
yang memiliki pengaruh langsung dan material pada penentuan jumlah laporan
keuangan. Untuk itu auditor harus merencanakan suatu audit untuk mendeteksi
adanya tindakan melanggar hukum serta mengimplementasikan rencana tersebut
dengan kemahiran yang cermat dan seksama.
B. Tanggungjawab untuk
melaporkan tindakan melanggar hukum. Apabila suatu tindakan melanggar hukum
berpengaruh material terhadap laporan keuangan, auditor harus mendesak
manajemen untuk melakukan revisi atas laporan keuangan tersebut. Apabila revisi
atas laporan keuangan tersebut kurang tepat, auditor bertanggung jawab untuk
menginformasikannya kepada para pengguna laporan keuangan melalui suatu
pendapat wajar dengan pengecualian atau pendapat tidak wajar bahwa laporan
keuangan disajikan tidak sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.
TANGGUNG JAWAB HUKUM AKUNTAN
PUBLIK
Dalam
hal terjadinya pelangaran yang dilakukan oleh seorang Akuntan Publik dalam
memberikan jasanya, baik atas temuan-temuan bukti pelanggaran apapun yang
bersifat pelanggaran ringan hingga yang bersifat pelanggaran berat, berdasarkan
PMK No. 17/PMK.01/2008 hanya dikenakan sanksi administratif, berupa: sanksi
peringatan, sanksi pembekuan ijin dan sanksi pencabutan izin seperti
yang diatur antara lain dalam pasal 62, pasal 63, pasal 64 dan pasal 65.
Penghukuman
dalam pemberian sanksi hingga pencabutan izin baru dilakukan dalam hal seorang
Akuntan Publik tersebut telah melanggar ketentuan-ketentuan yang diatur dalam
SPAP dan termasuk juga pelanggaran kode etik yang ditetapkan oleh IAPI, serta
juga melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berlaku yang
berhubungan dengan bidang jasa yang diberikan, atau juga akibat dari
pelanggaran yang terus dilakukan walaupun telah mendapatkan sanksi pembekuan
izin sebelumya, ataupun tindakan-tindakan yang menentang langkah pemeriksaan
sehubungan dengan adanya dugaan pelanggaran profesionalisme akuntan publik.
Akan tetapi, hukuman yang bersifat administratif tersebut
walaupun diakui merupakan suatu hukuman yang cukup berat bagi eksistensi dan
masa depan dari seorang Akuntan Publik ataupun KAP, ternyata masih belum
menjawab penyelesaian permasalahan ataupun resiko kerugian yang telah diderita
oleh anggota masyarakat, sebagai akibat dari penggunaan hasil audit dari
Akuntan Publik tersebut.
Ambil
satu contoh terhadap fakta tentang sebuah KAP yang membantu sebuah perusahaan
(debitur sebuah bank BUMN yang sebenarnya telah mengalami kerugian yang sangat
dalam dan sudah sangat sulit untuk melanjutkan operasinya) untuk mendapatkan
tambahan kredit dari bank tersebut dengan cara merekayasa laporan keuangannya,
sehingga pada hasil akhirnya ditampilkan dalam keadaan masih memperoleh laba,
dimana pada akhirnya, semua langkah rekayasa laporan keuangan tersebut terbuka
ketika debitur tersebut dinyatakan pailit. Bank tersebut jelas mengalami
kerugian akibat dari keyakinannya terhadap hasil audit Akuntan Publik terhadap
laporan keuangan dari debiturnya tersebut. Jika Bank tersebut mengetahui status
yang sebenarnya dari debiturnya tersebut, maka Bank itu tidak akan memberikan
pinjaman tambahan terhadap debiturnya tersebut.
Dalam hal ini, Penulis
berpendapat bahwa Bank tersebut mempunyai dasar hukum untuk meminta
pertanggungjawaban perdata, yaitu pembayaran ganti rugi dari Akuntan Publik
tersebut. Hal ini diatur secara tegas dalam pasal 44 PMK No.
17/PMK.01/2008. Inti
peraturan itu bahwa Akuntan Publik atau KAP bertanggung jawab atas seluruh jasa
yang diberikannya. Tanggung jawab dari Akuntan Publik terhadap konsekuensi dari
hasil Audit Laporan Keuangan yang dilakukannya yang dimaksud dalam pasal 44
tersebut walaupun berdasarkan PMK itu hanya terbatas pada pemberian sanksi
administrasi, akan tetapi berdasarkan pasal 1365 KUHPerdata mewajibkan Akuntan
Publik untuk mengganti kerugian yang dialami oleh Bank sebagai konsekuensi dari tindakan melawan
hukum yang telah dilakukannya, sehubungan dengan Laporan Keuangan yang hadir
secara menyesatkan tersebut.
Dari ketentuan
KUHPerdata tersebut, dapat di pahami bahwa walaupun seorang Akuntan Publik
telah mendapatkan sanksi administrasi sebagai konsekuensi dari
pelanggaran-pelanggaran yang dimaksud dalam pasal 62, pasal 63, pasal 64, dan
pasal 65 PMK No. 17/PMK.01/2008, akan tetapi tetap saja pertangungjawaban untuk
mengganti-kerugian pihak-pihak yang dirugikan akibat dari pelanggaran tersebut
dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang berhak atas pemenuhan ganti rugi tersebut
berdasarkan pasal 1365 KUHPerdata.
Sehubungan dengan
kewajiban untuk mengganti kerugian sebagai akibat dari Perbuatan Melawan Hukum
itu, maka langkah pemenuhan dari ganti kerugian tersebut berdasarkan pasal 1131
KUHPerdata, mengatur sebagai berikut: Segala kebendaan siberutang, baik yang
bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan
ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.
Dalam ketentuan hukum Indonesia, tidak dikenal adanya
pembatasan pertanggunganjawaban pribadi dari anggota persekutuan perdata, baik
yang berbentuk firma ataupun non firma. Artinya dalam hal total dari nilai
kerugian yang dibebankan kepadanya tersebut tidak mencukupi untuk dibayarkan
dari hartanya, maka ada kemungkinan seorang Akuntan Publik untuk dapat
dipailitkan secara pribadi sepanjang ketentuan dalam pasal 2 ayat (1) dari
Undang-Undang No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang terpenuhi. Berbeda halnya di Amerika dan beberapa Negara
lainnya, yang mengenal adanya pembatasan pertanggungjawaban dari anggota
persekutuan perdata dalam suatu badan usaha yang berbentuk Limited
Liability Partnership (LLP).
Selain konsekuensi Perdata, pelanggaran sikap profesionalisme
yang dilakukan oleh Akuntan Publik juga dapat memberikan akibat yang bersifat
pidana. Pada dasarnya hal ini telah diusulkan oleh pemerintah dalam Rancangan
Undang-Undang Akuntan Publik yang saat ini telah berada dalam tahap pembahasan
akhir. Dimana selain konsekuensi yang bersifat hukuman sanksi administratif,
antara lain dalam pasal 46 RUU Akuntan Publik tersebut yang memberikan
konsekuensi pidana untuk waktu maksimum 6 tahun dan denda maksimum Rp 300 juta
bagi Akuntan Publik yang terbukti: (a) melanggar pasal 32 ayat 6 yang isinya
mewajibkan seorang Akuntan Publik untuk mematuhi SPAP serta peraturan
perundang-undangan yang berlaku, dimana pelanggar terhadap hal tersebut telah menimbulkan
kerugian bagi pihak lain; (b)
menyatakan pendapat atas Laporan Keuangan tidak berdasarkan bukti audit
yang sah, relevan dan cukup.
Kemudian melanggar ketentuan
asal 37 ayat (1) huruf g dengan melakukan tindakan yang mengakibatkan kertas
kerja dan sokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan pemberian jasa tidak apat
digunakan sebagaimana mestinya, dan juga huruf j dalam melakukan manipulasi
data yang berkaitan dengan jasa yang diberikan; (d) Atau
memberikan pernyataan tidak benar, dokumen also atau dokumen yang dipalsukan
untuk mendapatkan atau memperbaharui ijin Akuntan Publik atau untuk mendapatkan
ijin usaha KAP atau ijin pendirian cabang KAP.
Ketentuan pidana tersebut secara tegas ditentang oleh IAPI secara khusus terhadap
pengenaan akibat pidana dalam hal terbukti seorang Akuntan Publik dalam
menjalankan tugas profesinya tidak melakukannya berdasarkan ketentuan yang
telah diatur dalam SPAP. Padahal, konsekuensi dari pelanggaran SPAP tersebut
dimata para akuntan publik seharusnya merupakan suatu pelanggaran yang bersifat
administratif sehingga sepantasnya dikenakan ketentuan sanksi administratif
bukan tindakan pidana.
Pasal 263 (1) KUHP: Barangsiapa membuat secara tidak benar
atau memalsu surat yang dapat menimbulkan suatu hak, perikatan atau pembebasan
utang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari suatu hal, dengan maksud
untuk memakai atau menyuruh orang lain pakai surat tersebut seolah-olah isinya
benar dan tidak dipalsu, diancam, jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan
kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama 6 tahun.
Pasal 378 KUHP: Barang siapa dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai
nama palsu atau martabat palsu; dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian
kebiohongan , mengerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu
kepadanya, supaya member utang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena
penipuan, dengan pidana penjara palaing lama 4 tahun.
Pasal 55 ayat (1) KUHP: Dipidana sebagai pembuat (dader)
sesuatu perbuatan pidana: Ke-1,
mereka yang melakukan menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan
perbuatan; Ke-2, mereka
yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menalahgunakan kekuasaan
atau martabat, dengan kekerasan, ancaman ataupenyesatan, atau dengan member
kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya
melakukan perbuatan.
Pasal 56 KUHP: Dipidana sebagai pembantu (medepichtige) suatu
kejahatan: Ke-1, mereka
yang sengaja membri bantuan pada waktu kejahatan dilakukan; Ke-2, Mereka yang sengaja
member kesempata, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan.
Mengingat ketentuan hukum pidana telah diatur secara umum
dalam KUHP, pertanggungjawaban secara pidana tidak perlu harus terlebih dahulu
diatur dalam UU Akuntan Publik, karena secara umum, tindakan-tindakan yang
berhubungan dengan melakukan ataupun turut serta ataupun turut membantu
melakukan kejahatan, akan memberikan konsekuensi pertangungjawaban pidana
terhadap seorang Akuntan Publik seperti yang dijelaskan dalam pasal-pasal
pidana tersebut di atas.
Jelas sikap professional dari sang Akuntan Publik timbul
bukan karena rangkaian ancaman hukuman administratif, perdata dan bahkan pidana
yang dapat menjeratnya dalam hal terjadinya pelanggaran tersebut, akan tetapi
lebih karena memang dunia bisnis Indonesia membutuhkan suatu proses perjalanan
yang sehat dan transparan, sehingga dalam hal menyajikan suatu keberadaan suatu
perusahaan melalui laporan keuangannya tersebut, publik sangat membutuhkan
akuntan publik yang benar-benar mempunyai kemampuan yang baik, professional dan
independen dalam menjamin maksimumnya tingkat akurasi kebenaran dari hasil
pernyataan pendapatnya terhadap Laporan Keuangan tersebut.
KESIMPULAN
Mengingat
profesi akuntan publik sangat penting perannya dalam dunia bisnis di Indonesia,
maka Akuntan Publik harus selalu menjaga integritas (integrity) dan
profesionalisme melalui pelaksanaan standar dan kode etik profesi secara
konsekuen dan konsisten. Dalam setiap penugasan yang diberikan, Akuntan Publik
harus selalu bersikap independen dan menggunakan kemahiran jabatannya secara
profesional (due professional care).
Akuntan
Publik dan KAP agar menghindarkan diri dari tindakan tercela, seperti kolusi
(collusion) dengan klien atau menutupi terjadinya tindak kecurangan (fraud)
yang sangat merugikan berbagai pihak..
Sumber :
Arens (2011). Tuntutan
Hukum Yang Diahadapi Akuntan Publi., Hal 93.
Bambang (2009).
Kewajiban Hukum Auditor.
Ismail (2014). Etika Profesi Dan
Kewajiban Hukum Auditor.
Ricardo Simanjuntak (2009). Hukum
Online. Kewajiban Dan Tanggung Jawab Hukum Akuntan Publik. ( http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol21999/kewajiban-dan-tanggung-jawab-hukum-akuntan-publik ). Hal 1-6.
Demikian tugas softskill yang telah saya selesaikan ,kurang
lebihnya mohon di maafkan Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua
yang membacanya.
By : Angga Dwi Prasetyo 4EB25
Tidak ada komentar:
Posting Komentar